Oh Aktivis Dakwah
Kampus
Aktivis, mereka yang sejatinya memiliki kesibukan selain
hanya belajar di kelas. Lebih dari itu, kesibukan yang dilakukan bukanlah untuk
kesenangan dirinya sendiri. Mereka lakukan banyak rapat untuk membahas kesejahteraan
orang banyak. Mereka yang rela mengorbankan sebagian waktunya, bahkan hampir
seluruh waktunya untuk orang lain. Tak hanya waktu, tapi juga tenaga dan harta
mereka rela berikan.
Kemudian dipadukan dengan ‘Dakwah’, ya sejatinya mereka
juga seorang dai yang mendakwahkan nilai- nilai Islam. Dengan berbagai cara, proker,
agenda yang mereka buat, mereka dakwahkan Islam ke setiap kelompok. Kelompok
yang tak lain juga bagian dari sivitas akademika, karena mereka melekatkan
dirinya pada kata ‘kampus’.
Aktivis Dakwah Kampus bercita menjadikan lingkungan
kampus yang menjunjung tinggi dan menerapkan nilai- nilai Islam. Madani katanya.
Lalu juga berharap dapat mempengaruhi setiap sivitas akademika agar menjadi
pribadi yang berafiliasi kepada Islam. Sehingga nantinya terbentuk keluarga,
masyarakat, dan negara yang madani, yang menerapkan nilai- nilai Islam. Sungguh
cita-cita yang mulia. Mengajak orang lebih dekat pada-Nya. Menyelamatkan
sebanyak mungkin orang dari siksaan neraka, dan mengajaknya menuju surga-Nya.
Tapi, benarkah begitu? Benarkah para Aktivis Dakwah
Kampus menerapkan Islam seteguh ucapannya, sekuat ajakannya, semegah agenda
yang dibuatnya? Keteladanan menjadi hal yang sulit ditemui kini. ADK yang sejatinya
pantas menjadi role model dengan segala cita besar dan nilai yang dibawanya,
justru layaknya seorang munafik kini. Perbuatan yang tak mencerminkan apa yang
selalu dibicarakan, tentang Islam yang tinggi dan mulia. Yang tak sejalan
dengan ibadah yang rutin dikerjakannya. Bahkan mirisnya, ibadahnya juga tak
baik. Sholat selalu diakhirkan, puasa hanya untuk mengirit, mengaji Quran hanya
di sela- sela sempit yang hampir terlupa setiap harinya.
Benarkah waktu yang ada dihabiskan untuk memikirkan
umat? Atau malah justru untuk kesenangan pribadi yang bahkan tak ada nilainya
sama sekali bahkan untuk diri sendiri. Waktu luang diisi dengan main games,
stalking ig, atau sekedar nonton film yang kurang muatan nilai- nilai
kehidupan.
IP dan IPK yang nyaris nasakom. Tapi tak kunjung dijadikan
hal yang serius untuk dibenahi. Jika terhadap urusan diri sendiri saja belum
selesai, mana bisa menyelesaikan masalah umat yang banyak ini. Lebih, lebih ada
yang masih tak bisa mandiri. Uang kuliah dari orang tua, jajan dari orang tua,
semua masih dari orang tua. Tapi tak kunjung sadar diri untuk mulai bekeja
menghidupi diri. Parahnya lagi, keluarga di rumah seakan dilupakan. Menjadi
aktivis ya hanya di kampus, di lingkungan beda cerita. Di kampus jago orasi dan
retorika, tapi di lingkungan seperti pengantin yang sedang dipingit. Berdiam
diri di rumah, bahkan di kamar saat tiba waktu liburan. Bukannya memberikan
manfaat untuk masyarakat, malah banyak mengumpat tatkala masalah bermunculan. Padahal
harusnya turut serta memberi solusi,
Oh aktivis dakwah kampus, sampai kapan kau seperti ini?
Umat menunggu di luar sana. Menunggu keteladanan, solusi, dan kebermanfaatan
dari mimpi- mimpi besar yang kau miliki. Mari segera benahi diri! Detik ini juga!
“ Sebelum berteriak
menurunkan rezim tirani yang berkuasa, lebih dulu berteriaklah untuk menurunkan
syetan dalam dirimu!” Bang Bachtiar Firdaus, ADK zaman reformasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar