Sesuatu yang sejatinya sangat bisa dihindari ketika berada dalam lingkungan yang kondusif. Sesuatu yang memang sudah jelas diketahui salahnya, yang bahkan si pelaku ketahui dengan baik dalil pelarangannya. Tapi mengapa seringkali kita seperti Yahudi yang mengingkari apa- apa yang kita ketahui. Mengapa sempat kita terlalaikan, tergoda oleh godaan setan yang menjadi musuh kita.
Pantaslah Rasul SAW mengatakan bahwa fitnah terbesar adalah wanita. Karena fitnah tersebut tak hanya menjadi ancaman orang- orang yang menjadi objek dakwah, melainkan marak juga dikalangan para aktivis dakwah.
Perasaan memang suatu yang melenakan. Menyenangkan punya rasa terhadap lawan jenis dan itu memang fitrah, bahwa wanita suka laki- laki, laki- laki suka wanita. Tetapi, tentu ada batasan, ada pedoman yang mengarahkan harus diapakan rasa itu. Pilihan itu ada pada diri kita masing- masing.
Sejatinya lingkungan hanyalah benteng di tengah keramaian, sedangkan dalam kesendirian kita yang tentukan menjadi musuh atau teman setan. Kamu tau salah tapi tetap melakukan. Kamu sadar salah tapi tak mampu berhenti, tak mau berhenti.
Kita harus sadar diri siapa kita. Kita hanyalah umat akhir zaman yang lemah imannya. Kita adalah umat yang hidup di tengah fitnah akhir zaman. Jangankan menjadikan Quran sebagai pedoman, jangankan hafal Quran, membaca saja kita masih banyak kesalahan, masih berat merutinkan. Kita juga bukan seorang mujahid yang berani turun ke medan perang, kita masih hanya mampu berdakwah dengan medan yang tak terlalu menyeramkan, yang bukan jiwa yang menjadi taruhan.
Tapi mari kita berkaca dari kisah nyata seorang tabiin. Seorang mujahid hafal Quran yang murtad dan mati dalam keadaan kafir karena tergoda seorang wanita nasrani dalam perjuangan jihadnya. Barangkali ada dalam benaknya tuk mengislamkan sang pujaan hati yang berbeda agama itu. Tapi tatkala maharnya adalah keimanan, berani- beraninya tetap ia gadaikan. Layaknya seorang yang mencoba- coba khamr, tapi malah ketagihan. Ia pikir masih ada waktu untuk taubat. Tapi takdir berkata lain. Ia justru mati dalam keadaan kafir, bahkan setelah diajak bertaubat.
Lagi, lagi, siapa kita? Quran saja belum hafal? Ketika ada seruan jihad, belum tentu kita terjun tanpa keraguan.
Bertaubatlah selagi masih ada waktu. Jika terhadap dosa kecil saja kita tak boleh menganggap kecil, apalagi dosa besar perzinaan? Karena bukan kecilnya dosa yang kita lakukan, tetapi tengoklah kepada siapa kita bermaksiat, yaitu Allah yang Maha Besar, Maha Mengetahui.
Redaksinya bukan sekedar janganlah berzina, tetapi janganlah mendekati zina!
Dan janganlah ikuti LANGKAH- LANGKAH setan. Satu langkah masih aman, tetapi ada langkah- langkah selanjutnya.
Dan janganlah ikuti LANGKAH- LANGKAH setan. Satu langkah masih aman, tetapi ada langkah- langkah selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar