Selasa, 11 Februari 2020

Punya Umat inih!

Apa- apa yang merupakan milik umum,  adalah milik bersama, bukan milik kita sendiri, dan karenanya justru kita harus menjaganya lebih dari barang kita sendiri, bukan malah jadi seenak semaunya sendiri. Analog dengan barang pinjaman, tentu lebih ada ras was- was ketika menggunakan barang milik orang lain ketimbang milik diri sendiri.

Karena sejatinya ketika barang sendiri rusak, yang rugi hanya diri sendiri. Tapi, ketika fasilitas umum/barang milik umat rusak, yang dirugikan orang banyak, salah- salah malah dapat umpatan atau hujatan, bahkan laknat atau doa- doa buruk.

Kita punya akal untuk berpikir, sudah akil, mampu membedakan benar dan salah, maka pikirlah sendiri apakah wajar abai memakai barang umat/fasilitas umum ketimbang milik sendiri?

Mari lebih peduli sekitar, jangan terus- menerus mengedepankan ego diri!


Dari orang egois, yang mencoba peduli.

Jumat, 07 Februari 2020

Implisit

Jika saja semua tanya ada jawabnya, lalu apa jawabmu?

Sebentar. Sebelum kau menjawab, ku ingin menyampaikan sesuatu. Maka bacalah baik- baik.

Di kesunyian malam, tanpa perjanjian kita sering bertemu. Dingin memang, tapi tak jadi masalah buat kita.
Menyampaikan pinta yang sama, sambil menyesali keadaan diri yang belum cukup baik.
Bersama, tidak, maksudku masing- masing terus berlomba menjadi lebih baik hari ke hari. Meski nyatanya tak jarang justru malah terperosok jatuh, untungnya hanya ke dalam selokan kecil tanpa isian. Dan karenanya segera melompat keluar demi mengejar ketertinggalan. 

Di pagi hari, saat matahari belum menampakkan sinarnya, kita berjuang melawan kantuk yang terus hadir. Setan memang. Menghembuskan dengan tiupannya ke mata kita, mencoba membuat kita terlelap. Tapi jarang dia berhasil, dia terlalu lemah di saat kita bersama. Maksudku, aku bersama- sama temanku dan kau bersama- sama temanmu. Senangnya di saat memori kian terisi, meski itu artinya bertambah perjuangan untuk mempertahankan. Hingga sinar mentari pagi membatasi percakapan kita, memaksa untuk segera berbenah melanjutkan aktivitas harian.

Siang hingga sore hari kita isi hari dengan belajar juga mengajar, serta ajakan- ajakan kebaikan. Mengenalkan kepada mereka tentang indahnya kebersamaan dalam ketaatan, menepiskan gangguan-gangguan setan yang terus saja hadir. Bersama menebar keberuntungan. meski tak jarang timbul perselisihan di antara kita. Kau tahu kenapa? Tentu karena kepala kita yang keras. Tapi memang kepala itu keras kan. 

Bertemu kembali dengan malam, bukan hanya untuk peristirahatan, meski begitu fitrahnya. Kita isi jiwa kita dengan bercengkrama kembali, melengkapi kekurangan dari targetan harian yang kita buat. Setelahnya ada pelajaran yang bersama kita ambil yang tak jarang dengan rasa kantuk, bahkan terjaga dalam mimpi. Setelahnya kita memilih untuk berisitrahat atau menyelesaikan pekerjaan. 

Hidup memang tak stagnan. Waktu terus berjalan dengan kecepatan konstan, meski kelak akan ada percepatan di akhir nanti. Kita tak punya daya, hanya punya usaha. dan waktu yang akan menjadi pembagi untuk menghasilkan daya. Tapi yang ku sadari, waktu tak pernah berkurang, seperti entropi, terus bertambah. Hingga sampai pada titik tak hingga, dan daya kita benar- benar bernilai nol. 

Lalu apa jawabmu?

Rabu, 05 Februari 2020

Munafik!


Bismillahirrahmanirrahim.

Apa yang kamu cari di dunia ini wahai kawan?

Mengapa seringkali kau membuat kerusakan, padahal kau termasuk orang- orang yang mengetahui, tetapi sayang kau tak kunjung jadi orang yang memahami.

Mengapa kau biarkan raga yang bukan milikmu tersakiti oleh maksiat yang kau paksakan? Tangan yang sejatinya diciptakan untuk melakukan hal baik, malah kau pakai untuk membunuh. Mulut yang diciptakan untuk membaca kalam-Nya malah kau gunakan untuk mencela. Mata yang sejatinya digunakan untuk melihat yang baik- baik, malah kau rusak dengan melihat aurat yang mestinya tertutupi dari pandangan. Telinga yang sejatinya digunakan untuk mendengar ketetapan-Nya malah kau gunakan untuk mendengar berita palsu, kabar burung, ataupun gossip. 

Dan itu bermula ketika kau kotori hatimu dengan segala prasangka buruk, kedengkian, amarah, dan kesombongan padahal sejatinya dia diciptakan agar kau mampu berpikir dan memahami jalan hidup yang Dia tentukan. Ya kau buat dia mengalirkan darah yang membawa keburukan, hingga seluruh organ dan jaringanmu menjadi kotor jua. Dengan keterpaksaan dia memompakan ke seluruh tubuhmu keburukan, buah dari maksiat yang kau perbuat. Kau bisu, tuli, dan buta, meski kau bermulut, telinga, dan mata.

Ini tentang dirimu, bukan tentang yang lain. Jangan merasa aman!

Iya kamu, siapa lagi kalau bukan kamu, manusia yang tak tahu diri. Manusia yang sombong atas karunia-Nya dan kerap merasa yang didapatkan karena hasil kerja kerasnya semata. Kamu yang merasa banyak manfaatnya padahal manfaat yang diberikan semata untuk ketenaran diri. Kamu yang hanya menghabiskan waktu dengan bersenang- senang hingga melupakan panggilan-Nya. Kamu yang melakukan perusakan tetapi merasa melakukan perbaikan. Sebenarnya kamu sadar atau tidak?

Lebih baik cepat kau kembali sebelum kau berpulang.
Kepada-Nya dengan rasa penyesalan. Selagi ada waktu, selagi ada kesempatan. Bertobatlah.


Selasa, 04 Februari 2020

Januari Berlalu Tanpa Sebuah Postingan

Bukannya tidak menulis, hanya saja tidak kunjung publish. Rasanya begitu terlihat melankolis tulisan di Januari yang lalu. Aku ingin mencukupkan apa- apa yang ku rasa. Hanya soal waktu, ya persis seperti yang dikatakan oleh pihak KPK terkait kasus Harun Masiku. Tapi perihal ini lebih pasti ketimbang kasus suap yang semakin tenggelam oleh kerajaan2 yang bermunculan belakangan tersebut. 

Aku dan kamu sedang berada di dalam kehidupan yang hanya sesaat. Tapi sayangnya begitu banyak kemungkinan yang bisa terjadi meski hanya 'sesaat'. Ya sesaat, jika bandingannya akhirat. Barangkali kita hanya hidup 60/1000 hari, atau sekitar 60/1000 x 24 jam = 1,44 jam. Jika kita diberi kesempatan tinggal di dunia selama 60 tahun, karena 1 hari di akhirat setara dengan 1000 tahun dunia. Sebentar sekali, hanya sesaat. 

Dalam waktu yang sesaat ini ada saja yang tersesat. Miris, tapi jangan dulu hakimi orang lain, bisa jadi aku dan kamu sedang dalam kesesatan, hanya saja kita tidak menyadarinya. Maka semoga Allah mengabulkan pinta kita dalam setiap rakaat yang kita kerjakan. Menunjuki kita ke jalan yang lurus, jalan mereka yang diberi-Nya nikmat, bukan jalan mereka yang dimurakai bukan juga jalan mereka yang sesat. 

Sebentar, kita? memang kamu siapa aku? memang aku siapa kamu? 

Tak usah dipermasalahkan, bukankah tujuan kita satu dan ayat-Nya jelas menyebutkan jamak 'kami', "Tunjukilah kami jalan yang lurus". 

Siapa pun kamu, selama tujuan kita satu, kamu saudaraku! 
Walau dengan apa pun kemungkinan yang terjadi selain berubahnya tujuan akhirat kita.

Tujuan hidup di bumi

Mengapa kita tercipta di dunia ini? Heh, kok tercipta, kesannya kalo gitu kita ada begitu aja tanpa ada yang menciptakan. Baiknya gunakan &q...