Selasa, 31 Juli 2018

Tugas Kita Hanya Menepati Janji


Tugas Kita Hanya Menepati Janji
Kesal, sedih, kecewa, mungkin itu yang orang rasakan ketika datang tepat waktu tapi yang lain tidak begitu. Harus menunggu mereka yang terlambat, yang tidak menepati janjinya. Mungkin dalam benak muncul pikiran “ tau gitu ngapain buru- buru”. Tapi sadarkah, dengan begitu kita jadi mengetahui untuk siapa kita tepat waktu, menepati janji. Karena orang lain, bukan karena Allah.

Allah telah memerintahkan kepada hamba-Nya yang beriman dan juga menjadi ciri orang yang bertakwa, bahwa harus menepati janji. Ya, bukankah segala yang kita lakukan harus karena Allah? Kita menepati janji untuk datang sesuai waktu perjanjian ya harusnya karena Allah memerintahkan begitu. Sehingga harusnya tak ada kecewa yang kita rasakan. Tak ada sedih yang menghampiri, tak ada penyesalan karena menepati janji.

Mari kita terus benahi diri. Luruskan niat pada setiap keadaan. Berbuat apa pun dengan pegangan keridhoan Allah. Lakukan pilihan yang Allah ridhoi. Dan jangan sampai malah kita yang akhirnya berubah buruk dengan mengikuti kebiasaan salah yang rekan kita lakukan. Ingatkan mereka, beri nasihat, karena Allah pun memerintahkan begitu. Jangan kita biarkan saudara kita larut dalam kesalahan yang katanya ringan. Bukankah meremehkan suatu kesalahan atau dosa, juga bentuk dosa besar?



Oh Aktivis Dakwah Kampus

Oh Aktivis Dakwah Kampus
Aktivis, mereka yang sejatinya memiliki kesibukan selain hanya belajar di kelas. Lebih dari itu, kesibukan yang dilakukan bukanlah untuk kesenangan dirinya sendiri. Mereka lakukan banyak rapat untuk membahas kesejahteraan orang banyak. Mereka yang rela mengorbankan sebagian waktunya, bahkan hampir seluruh waktunya untuk orang lain. Tak hanya waktu, tapi juga tenaga dan harta mereka rela berikan.

Kemudian dipadukan dengan ‘Dakwah’, ya sejatinya mereka juga seorang dai yang mendakwahkan nilai-  nilai Islam. Dengan berbagai cara, proker, agenda yang mereka buat, mereka dakwahkan Islam ke setiap kelompok. Kelompok yang tak lain juga bagian dari sivitas akademika, karena mereka melekatkan dirinya pada kata ‘kampus’.

Aktivis Dakwah Kampus bercita menjadikan lingkungan kampus yang menjunjung tinggi dan menerapkan nilai- nilai Islam. Madani katanya. Lalu juga berharap dapat mempengaruhi setiap sivitas akademika agar menjadi pribadi yang berafiliasi kepada Islam. Sehingga nantinya terbentuk keluarga, masyarakat, dan negara yang madani, yang menerapkan nilai- nilai Islam. Sungguh cita-cita yang mulia. Mengajak orang lebih dekat pada-Nya. Menyelamatkan sebanyak mungkin orang dari siksaan neraka, dan mengajaknya menuju surga-Nya.

Tapi, benarkah begitu? Benarkah para Aktivis Dakwah Kampus menerapkan Islam seteguh ucapannya, sekuat ajakannya, semegah agenda yang dibuatnya? Keteladanan menjadi hal yang sulit ditemui kini. ADK yang sejatinya pantas menjadi role model dengan segala cita besar dan nilai yang dibawanya, justru layaknya seorang munafik kini. Perbuatan yang tak mencerminkan apa yang selalu dibicarakan, tentang Islam yang tinggi dan mulia. Yang tak sejalan dengan ibadah yang rutin dikerjakannya. Bahkan mirisnya, ibadahnya juga tak baik. Sholat selalu diakhirkan, puasa hanya untuk mengirit, mengaji Quran hanya di sela- sela sempit yang hampir terlupa setiap harinya.

Benarkah waktu yang ada dihabiskan untuk memikirkan umat? Atau malah justru untuk kesenangan pribadi yang bahkan tak ada nilainya sama sekali bahkan untuk diri sendiri. Waktu luang diisi dengan main games, stalking ig, atau sekedar nonton film yang kurang muatan nilai- nilai kehidupan.

IP dan IPK yang nyaris nasakom. Tapi tak kunjung dijadikan hal yang serius untuk dibenahi. Jika terhadap urusan diri sendiri saja belum selesai, mana bisa menyelesaikan masalah umat yang banyak ini. Lebih, lebih ada yang masih tak bisa mandiri. Uang kuliah dari orang tua, jajan dari orang tua, semua masih dari orang tua. Tapi tak kunjung sadar diri untuk mulai bekeja menghidupi diri. Parahnya lagi, keluarga di rumah seakan dilupakan. Menjadi aktivis ya hanya di kampus, di lingkungan beda cerita. Di kampus jago orasi dan retorika, tapi di lingkungan seperti pengantin yang sedang dipingit. Berdiam diri di rumah, bahkan di kamar saat tiba waktu liburan. Bukannya memberikan manfaat untuk masyarakat, malah banyak mengumpat tatkala masalah bermunculan. Padahal harusnya turut serta memberi solusi,

Oh aktivis dakwah kampus, sampai kapan kau seperti ini? Umat menunggu di luar sana. Menunggu keteladanan, solusi, dan kebermanfaatan dari mimpi- mimpi besar yang kau miliki. Mari segera benahi diri! Detik ini juga!

 “ Sebelum berteriak menurunkan rezim tirani yang berkuasa, lebih dulu berteriaklah untuk menurunkan syetan dalam dirimu!” Bang Bachtiar Firdaus, ADK zaman reformasi.

Senin, 30 Juli 2018

Sekedar Celotehan Setelah Nonton Film


Snowden : Pembongkar rahasia dunia modern, programmer yang sangat ahli.
Alan Turing : Matematikawan, Homoseksual penghancur tentara Jerman, inspirator terbentuknya computer. Tewas bunuh diri.
Stephen Hawking : Fisikawan, Sakit saraf motoric tak mampu menghentikannya melahirkan karya luar biasa. Dia punya teori-teori yang luar biasa, lalu apa teorimu?

Jika kita tidak bisa mengalahkan orang- orang hebat tersebut pada bidang- bidangnya, maka ketahuilah bahwa peluang untuk menjadi lebih baik dari mereka sangat terbuka lebar, yaitu dengan menjadi seorang yang taat beribadah, ahli dalam ilmu agama, tak hanya teori dan ilmunya, tapi juga menjalankannya dan menyebarkannya.

Jika ilmu mereka bisa bermanfaat bagi orang banyak, bagi kehidupan ini, itu semua tidaklah cukup untuk dapat memasukkan mereka ke dalam kebahagiaan abadi, surga. Karena keimanan jauh lebih mahal, bahkan tak bisa ditandingi dengan semua kebermanfaatan itu.

Alangkah baiknya ketika kita bisa menjadi seorang yang memiliki keimanan teguh dan juga bisa bermanfaat bagi orang banyak. Maka jadikanlah itu sebagai salah satu visi, yang dengan begitu maka hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, dapat kita jalani, dan lepaslah syarat mendapat predikat sebaik-baik manusia.

Aku, kamu, kita semua masih punya peluang untuk itu. Maka semangatlah untuk menggapainya.


Mengisi Kesakitan


Bagaimana cara menjadi seorang penulis yang baik?
Bagaimana cara untuk menjadi seorang composer yang baik?
Bisakah bermodalkan keinginan target dan cita-cita dapat terwujud?

Menjadi seorang fisikawan bukanlah cita-citaku. Cita-cita itu tidaklah rendah, sama sekali tidak. Hanya saja tidakkah kita memiliki keinginan lebih dari itu? Jangan terfokus hanya pada dunia ini, tetapi fokuslah pada akhirat. Buat strategi yang tepat dalam hidup di dunia ini demi kehidupan akhirat yang membahagiakan..Oleh karena itu, cita-citaku tak akan sebatas soal dunia, aku ingin semua yang kulakukan di dunia ini memiliki tujuan akhirat. Aku ingin menjadi seorang penghafal Quran, ya itu cita-cita terbesarku di dunia ini. Itu semua semata- mata untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Bukan hanya bagi diriku, tapi juga untuk keluargaku, terutama untuk orang tua ku kelak. Karena aku takut tidak bisa membahagiakan mereka di dunia, maka aku akan mempersiapkan yang pasti saja, yang pasti membuat mereka bahagia, menghadiahkan mahkota berkat hafalan Quran, ku yakin itu kebahagiaan hakiki bagi manusia.

Selanjutnya cita-cita ku yang lain adalah memiliki keluarga qurani. Istri yang sholehah dan begitupun anak- anak yang sholeh dan sholehah, yang juga hafal Quran. Tidak hanya hapal, tapi juga tercermin dari perbuatannya, dari ahlaknya. Jika di keluarga orang tua ku masih belum mampu menciptakan keluarga yang Qurani, maka akulah yang harus memulainya, sekali lagi demi kebahagian akhirat dan agar sekeluarga bisa dipersatukan kembali di Jannah-Nya.

Kemudian cita- cita ku yang sejalan dengan pendidikanku saat ini adalah menjadi seorang kepala fisikawan medis yang juga menjadi pengajar. Memang ku yakin tak akan mudah menjadi seorang fisikawan medis. Saat ini yang aku tahu untuk lulus saja harus mengantre, karena memang kekurangan pengajar. Belum lagi tuntutan untuk mengambil pendidikan pasca kampus untuk bisa bekerja di rumah sakit. Walaupun saat ini fisikawan medis sangat dibutuhkan karena menjadi salah satu persyaratan berdirinya rumah sakit, dan sudah disetarakan dengan dokter. Tetapi masih banyak tenaga ahli rumah sakit yang masih belum bisa menerima keberadaan lulusan fisika untuk bekerja berdampingan dengan mereka, terlebih yang hanya lulusan S1. Selain itu memang pekerjaan fisikawan medis juga menyangkut nyawa manusia, maka dari itu memang penting menempuh pendidikan yang tinggi, tak hanya sebatas S1 fisika. Alasanku menjadi pengajar adalah agar para calon fisikawan medis tidak perlu mengantre lagi untuk bisa lulus, dan akhirnya kebutuhan fisikawan medis di Indonesia dapat terpenuhi. Selain itu tentunya juga sebagai sarana untuk pengamalan ilmu, karena ilmu seperti air yang harus dialirkan, tak boleh mengendap, dan walaupun dialirkan, diberikan kepada banyak orang, tidak akan pernah habis, layaknya jumlah air yang selalu tetap di dunia ini.

Cita- cita ku yang lainnya adalah memiliki pesantren penghafal Quran, membangun masjid, membuat asrama Quran bagi para mahasiswa, InsyaAllah semuanya memiliki tujuan akhirat. Dan aku pun memiliki visi untuk masing- masing cita-cita ini. Pesantren penghafal Quran ku tujukan untuk anak- anak SD hingga SMA yang memiliki kesulitan ekonomi, mengingat menjamurnya pesantren Quran yang mahal saat ini. Aku ingin mereka tak hanya memiliki hafalan, tetapi juga ketrampilan seperti berbisnis, dan setidaknya harus memiliki cita-cita besar di masa depannya. Aku ingin membangun masjid yang tidak hanya ramai saat waktu sholat, tetapi juga aktif berbagai acara keislaman di dalamnya. Aku ingin masjid ini menjadi markas bagi para aktivis dakwah sekolah yang dengan begitu dapat meramaikan masjid. Asrama Quran Mahasiswa yang ingin ku buat bertujuan untuk membiasakan mahasiswa untuk tetap berinteraksi dengan Al Quran walaupun di tengah kesibukan, bahkan memantapkan diri bahwa kehidupan dunia hanya sementara, dan menomorsatukan urusan agamanya. Selain itu aku juga ingin para mahasantri memiliki usaha mandiri, disiplin waktu, dan juga memiliki bela diri yang didapatkan dari asrama ini.

Tetapi sebelum itu semua, cita-citaku yang sangat sangat aku dambakan adalah haji dan menghajikan orang tua ku. Aku ingin sekali bisa ke baitullah dengan keluargaku.

Selain itu aku juga ingin menjadi seorang penulis ternama, juga seorang composer, selain itu juga menjadi wirausahawan ternama di bidang yang aku sendiri belum memikirkannya...

Bersambung…

Tulisan lama untuk mengisi kesakitan
9 April 2017

Arti Sebuah Keikhlasan


Arti Sebuah Keikhlasan
Pernah melihat pejabat- pejabat mau mengerjakan pekerjaan yang dianggap remeh temeh? Ada banyak di tv, biasanya hanya pencitraan. Tapi kamu bener- bener bisa menyaksikan di kampus perjuangan, Universitas Indonesia.

Sejatinya seorang dai itu adalah pelayanan umat. Memberikan kemudahan bagi semua orang untuk beribadah menjadi poin penting yang bukan masalah remeh temeh. Ladang pahala, begitulah orang- orang yang mengerti memandang pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk beribadah. Seperti menyiapkan tempat wudhu, membersihkan tempat sholat, dan lain sebagainya.

Mungkin ada yang akhirnya berbeda pandangan, berpikiran bahwa pekerjaan teknis menyediakan air untuk wudhu adalah pekerjaan yang tak pantas dilakukan oleh seorang ketua lembaga. Memalukan, mungkin itu yang ada dibenaknya. Tapi tak jarang malah ada yang berpikiran bahwa begitulah seharusnya seorang pemimpin. Tidak malu untuk melakukan pekerjaan sampai pada hal teknis yang kata orang remeh temeh, apalagi memang pekerjaan ini sangat mulia. Mereka salut, menimbulkan respect dan dari sanalah keteladanan muncul.

Cara terbaik mengajak orang melakukan kebaikan adalah menjadi contoh, teladan. Tidak hanya sekedar ajakan dengan ucapan, janji- janji atau lain sebagainya. Tidak perlu mulut berbusa untuk bisa mengajak orang. Cukup lakukan dan orang akan melihat dan menilai, lalu tergerakkan, ikut serta melakukan.

Berbicara tentang pandangan orang atas apa yang kita lakukan, entah itu celaan atau pujian. Ketahuilah, bahwa bagi orang yang benar- benar ikhlas, kedua hal itu tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Dicela gerak, dipuji pun gerak. Karena bagi mereka, balasan itu ya hanya dari Allah. Mereka tidak mengharapkan balasan dari manusia yang tak akan sebanding dengan pahala dari Allah. Apalagi hanya sekedar ucapan terima kasih.

Maka ketika dirimu merasa besar ketika dipuji, coba periksa hatimu, mungkin ia sedang membengkak hingga tak lagi pada niat lurus. Atau barangkali merasa tinggi, lihatlah kakimu, mungkin kau sedang melayang tinggi meninggalkan balasan surga yang mampu kau raih dengan keikhlasan. Luruskanlah niat.

Ketika kau menemukan celaan, tanda ketidaksukaan orang atas apa yang kau kerjakan, pekerjaanmu dibalas dengan datar atau lebih parahnya lagi gemerutu dan cercaan, di sana benar- benar dapat terlihat keikhlasan dirimu. Benar ikhlas atau tidak. Jika benar- benar ikhlas kan kau balas dengan senyuman, dan jika tidak mungkin kau akan balik menggerutu, atau akhirnya meninggalkan orang tersebut dengan senyum kecut.

Memang ada orang yang hanya mau bekerja ketika diawasi, mengharapkan pujian dan balasan ini itu dari manusia. Tapi ada juga orang yang meski dimaki, mendapat balasan yang buruk, dia tetap melakukan kebaikan bagi orang yang membencinya itu. Tidak penting siapa mereka, yang lebih penting kita termasuk yang mana?

Pelajaran yang luar biasa dari ketua- ketua LD se-UI terkhusus duo hafidz kembar Bang Ismail-Ishaq

Pergantian hari, sebelum dan sesudah tengah malam 24/25 Juli 2018
Indonesia Quran Foundation

Kamis, 26 Juli 2018

Dream Big!


Dream Big!
Inspirasi memang bisa muncul dari mana saja. Mana saja tuh bisa dari siapa saja dan apa saja. Bisa dari makhluk hidup dan bahkan makhluk tak hidup. Seperti judul tulisan kali ini yang terinspirasi dari chasing hp bergambar astronot dengan tulisan :”Dream Big”.

Emang apa sih Dream Big ? Ya maksudnya bermimpilah besar, eh bermimpi besarlah. Emang bener bangat sih ini. Mimpi itu kan gratis, masa punya mimpi yang cetek- cetek aja, kecil aja. Mimpi tuh yang besar, yang tinggi. Kalo kata ustadz Mansur dan putri pertamanya, Wirda “ Jangan jadi the Loser”, masa cuma mimpi aja gak berani. Bener juga sih emang. Kadang kita sendiri yang akhirnya membatasi mimpi kita. Terlalu terjebak dengan realita dan kenyataan kini, hingga lupa bahwa kita punya Allah yang Maha Kuasa. Allah yang Maha Mengabulkan. Atau lupa bahwa kita, umat Islam, muslim, mu’min adalah umat terbaik.

Sejatinya umat terbaik, yaa punya mimpi yang besar. So let’s take a paper, than write your own big dreams. Iya pake ‘s’, jangan cuma satu, tulis yang banyaak. Lalu coba evaluasi, mimpi besar kita itu udah sesuai belom sama Allah, udah berujung akhirat apa belum. Semangat bermimpi besar!

Udah gitu aja. Maunya sih lebih, nyeritain mimpi besar diri. Mungkin lain kali, InsyaAllah.

Jam Karet, Kebudayaan Bangsaku


Jam Karet, Kebudayaan Bangsaku

Tau kan maksudnya jam karet? Ya ngaret, telat, terlambat. Trus kok membudaya? Budaya itu kan ciri khas, berarti bangsa Indonesia cirinya ngaret dong. Ya gitulah yang dirasakan kini. Gak hanya di tingkat mahasiswa, tapi juga dosen, jajaran dekan, itusih yang saya tau. Lalu yang secara umum kita tau seperti Commuter Line, naik kereta berasa naik angkot, yang jadwalnya gak bisa diterka, gak pasti. Untung aja banyak commuter linenya.

Sebenernya harus gimana sih menyikapi saudara kita yang terlambat? Kita diperintahkan untuk selalu berhusnuzon kepada saudara- saudara kita. Dan memang begitulah seharusnya. Memang ujian kesabaran diri. Tapi ya gitu juga yang diajarkan agama, kewajiban menepati janji biarlah terbebankan pada diri kita. Tapi tentu kita juga tau bahwa kita diperintahkan untuk saling menasehati. Maka memang ada baiknya kita tidak hanya memaklumi saudara kita yang terlambat. Kita tanya alasannya, kita tegur, kita nasehati. Tentunya dengan cara yang baik, sesuai adab dan bahasa yang halus. Jangan sampai nasehat kita mental hanya karena sikap dan perkataan kita yang tidak baik.

Untuk diri kita sendiri, tanamkan rasa bersalah saat kita telat. Karena biar bagaimana pun juga, janji adalah janji yang harus ditepati. Apalagi jika kita pun sudah paham bahwa menepati janji adalah salah satu ciri orang yang bertakwa. Jangan pernah menggampangkan janji. Karena kita tidak tahu perasaan orang yang kita zholimi. Mungkin terlihat biasa saja, tapi bisa jadi menyimpan dendam dalam dirinya. Buruknya lagi ketika orang tersebut ikut- ikutan membiasakan budaya ngaret. Bisa- bisa kena dosa jariah kita. Terlebih, kita juga tidak tau kesibukan orang tersebut. Betapa mengorbankan diri hanya untuk tepat waktu.

Seorang muslim yang bertakwa harusnya memegang teguh janjinya. Karena berdasarkan AlQuran surah Al Baqarah 177, letaknya sebelah kanan atas disebutkan ciri-ciri orang bertakwa yang salah satunya ya memenuhi janjinya. Maka sekali lagi, hati- hati dalam berjanji.

Ketika sekali dua melakukan kesalahan, adalah wajar untuk tidak mengulanginya lagi, bukan malah membiasakan diri pada hal yang salah. Apakah telat kesalahan yang remeh temeh? Jika iya, bukankah sekecil apa pun kesalahan atau dosa tetap tidak boleh dianggap enteng, karena dosa kecil yang dibiasakan lama- lama menjadi besar juga. Jangan lihat kecilnya dosa yang kau perbuat tapi lihatlah kepada siapa kau bermaksiat, ya tentunya Allah yang Maha Besar.  

Mirisnya, telat tuh bukan kesalahan remeh temeh loh. Telat jelas sangat merugikan. Coba bayangin kalo telat naik kereta atau bahkan pesawat ke luar negeri. Meski hanya sekian menit tetep aja kan uang kita jadi hangus. Itu untuk diri pribadi. Lah kalo janjian sama orang lain, lalu orang lain itu gak terima, bisa- bisa jadi beban dosa di hari pertimbangan amal kelak.

Juga suatu kesalahan ketika terus menerus memaklumi apa- apa yang salah. Misal ketika menjadwalkan untuk rapat jam 9, dan saat itu udah datang sebagian anggota rapat, harusnya ya mulai aja, kenapa? Karena kalo gak dimulai- mulai sama aja memberikan apresiasi untuk yang telat dan memberi hukuman untuk orang yang udah dateng tepat waktu. Padahal kan harusnya sebaliknya. Atau ya memang perlu ada denda/sanksi/hukuman terhadap orang- orang yang telat.

Lagi- lagi memang perlu diri sendiri yang sadar. Susah untuk memaksa orang lain sejalan, harus dimulai dari diri sendiri. Maka tanamkan kuat- kuat dalam hati untuk tidak membiasakan diri telat, meski kita tau yang lain telat. Karena apa yang kita lakukan harusnya karena Allah. Allah nyuruh jangan telat, jangan ingkar janji ya lakuin. Biarkan Allah aja yang membalas orang- orang yang zhalim.

#NoNgaret!



Selasa, 24 Juli 2018

Siapalah Diriku Dibanding Dirimu



Holla! Alhamdulillah setelah semingguan terbengkalai tidak menulis akhirnya sekarang bisa posting lagi. Sebenernya ini juga tulisan lama, seminggu yang lalu. Ya apalah daya laptop rusak. Sebenernya rusak layarnya aja, backlightnya rusak sehingga layar laptop gak keliatan apa-apa, samar-samar. Kalo disenterin muncul gambar walau terlihat mati. Ini juga masih belom bener sih, minjem monitor di IQF wkwk. Sebenernya kan nulis gak harus di laptop ya, bisa di hp, bisa di buku atau kertas. Tapi apalah daya, nulis pake keyboard pc memang berbeda. Selain mudah dihapus kalo salah- salah, enak juga bunyi ngetiknya. Begitu memanjakan jari yang menari- nari. Udah ah langsung aja ke topik tulisan...

                                                 Siapalah Diriku Dibanding Dirimu

Terkadang memang kita harus merendahkan diri agar bisa terhindar dari bujuk rayu setan. Apalagi di saat angan sudah meninggi melewati batasan. Layaknya balon udara yang terus meninggi hampir melewati batas lapisan troposfer, jika kita tidak segera turun kembali, bisa- bisa mati kehabisan oksigen. Kejauhan ya contohnya, atau seperti naik gunung deh. Udah hampir sekarat, masih aja maksain untuk terus sampai ke puncak, kita sendiri yang tau batasnya, maka berhentilah, kembali turun, lebih baik merendahkan diri daripada sombong yang berujung fatal.

Menengok amalan merasa bangga? Tak sadar diri amal itu kini menguap, laksana kamper yang menyublim, atau lebih cepat lagi seperti kertas yang dimakan api menjadi abu, dan abu itu pun menghilang terbawa angin.
Amalmu itu tak seberapa wahai diri. Penuh cacat. Penuh noda, kotor. Apalah dirimu dibanding para Nabi dan Rasul. Apalah dirimu dibanding sahabat-sahabat Rasul. Apalah dirimu dibanding para ulama terdahulu. Tidak ada apa- apanya. Gak selevel.

Makanya jangan pernah sombong. Jangan biarkan setan berhasil mengelabuhi dirimu. Dan terhadap lawan jenis yang belum halal pun begitu. Ketika dimungkinkan ada celah setan, cepat- cepatlah rendahkan dirimu. Agar kau bisa terlepas dari jeratnya, dari pikiran yang mulai dipenuhi dengannya sehingga mengenyampingkan-Nya.

Tengah hari sebulan menuju HUT RI
di Indonesia Quran Foundation

Selasa, 17 Juli 2018

Sebuah Tanya Pengantar Muhasabah Diri yang Masih Buruk Beramal


Sebuah Tanya Pengantar Muhasabah Diri yang Masih Buruk Beramal
“ Apa pengalaman terbaikmu saat jadi mahasiswa ?”
Miris ketika ada pertanyaan tiba- tiba dari seorang teman di ig storynya “Selama berkuliah, apa pengalaman terbaik teman-teman?” Dan diri ini hanya bisa diam, termenung, bingung, sambil bergumam “apa ya pengalaman terbaik gue selama ini?” entah bingung karena gatau pengalaman terbaik tuh yang kayak gimana, atau memang gapunya pengalaman terbaik.

Memang pastinya definisi setiap orang beragam. Mungkin aja ada yang menilai pengalaman terbaik adalah ketika bisa mencapai prestasi ini dan itu, konferensi internasional, menjuarai lomba- lomba, atau menjadi ketua organisasi ini dan itu. Atau barangkali ada yang berpikir bahwa pengalaman terbaik sebagai mahasiswa adalah saat bisa bermanfaat langsung bagi orang lain, rajin turun aksi menyuarakan kesejahteraan rakyat, membuat penelitian dan kegiatan untuk peningkatan lingkungan dan kehidupan masyarakat, KKN, dan lain sebagainya.

Menurutku, pengalaman terbaik sebagai mahasiswa harusnya seperti pendapat kedua, yang bukan hanya memikirkan dirinya sendiri, memikirkan dan benar- benar peduli masyarakat, hajat hidup orang banyak dengan segala bentuk pengabdian  masyarakat ketimbang hanya prestasi- prestasi pribadi. Ini tidak menyinggung siapa-siapa, dan tidak ingin mengecilkan prestasi atau pencapaian pribadi menjuarai berbagai ajang lomba. Karena kalo kata bang Ahmad Rifa’i Rif’an, seorang penulis buku muda luar biasa lulusan ITS, “ Tak penting siapa mereka, yang lebih penting kita termasuk yang mana?”

Sejenak terpikir olehku, pencapaianku adalah menjuarai komba- lomba Quran, atau berhasil menghafal beberapa juz AlQuran di tengah- tengah kesibukan berkuliah dan organisasi. Itu pencapaian luar biasa, tapi sepertinya tidak relevan dengan status mahasiswa. Masih ada hal lain di balik itu semua yang rasanya lebih pantas dikatakan sebagai pengalaman terbaik. Misalnya menjadi duta Al Quran dan berhasil mengentaskan buta huruf Al Quran di masyarakat, menjadi ketua lembaga yang berhasil mengadvokasi, menyejahterakan rekan- rekan mahasiswa lainnya, menyebarkan manisnya Islam ke setiap lini masyarakat.

Ternyata, prestasi atau pencapaian pribadi yang kusebutkan di atas tidak semata- mata , untuk diri pribadi. Ada nilai kebaikan di sana. Ada nilai dakwah disamping ambisi diri. Mungkin aku hanya suudzon.

Lagi- lagi harusnya memang kitayang  harus selalu berpikir positif kepada orang lain, tidak penting apa yang akan mereka katakan tentang pengalaman terbaik bagi mereka, insyaAllah semuanya pasti memiliki peran untuk sekitarnya, gak hanya diri pribadinya. Dan bukankah berprestasi itu juga penting, terlebih bagi seorang aktivis dakwah. Itu juga bagian  dari dakwah.

Dan yang terpenting, apa kabar diri? Apakah pencapaianmu selama ini? Adakah pengalaman terbaik selama menjadi mahasiswa atau bahkan selama hidup? Apa karyamu untuk masyarakat? barangkali untuk pribadi aja gak ada? Kamu menjuarai lomba Quran, udah berdampak untuk sekitar? Keluargamu ? Teman- temanmu? Kamu jadi ketua Lembaga dakwah, udah sebesar apa dampak dakwahmu?

Jangan- jangan memang amalku yang masih sedikit. Prestasiku yang masih minim. Belom maksimal beramal. Atau tidak benar- benar memikirkan umat. Berhentilah memikirkan diri pribadi aja. Bermanfaatlah dan berprestasi itu bukan hal yang saling bertolak belakang. Ayo bangkit, evaluasi diri, tengok kembali target-targetan diri, dan berprestasilah serta bermanfaat!

Sepertiga malam terakhir
Di Indonesia Quran Foundation

Senin, 16 Juli 2018

Jangan Banyak Alasan deh!

Jangan Banyak Alasan deh!

Sejenak coba renungi, untuk apa sebenarnya kita hidup di dunia ini. Dunia yang fana, yang pasti akan hancur. Kematian yang pasti menjelang setiap makhluk tanpa terkecuali. Kiamat yang pasti akan datang serta kehidupan akhirat yang abadi dan kita yakini keberadaannya. Maka memang sebenarnya kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Kehidupan di dunia ini adalah ajang pencarian bekal untuk kehidupan kekal di akhirat kelak. Orang yang beriman tentu tahu, paham semua hal itu, yang ghaib dan akan tiba. Tapi, adakah yang kita perbuat sudah mencerminkan kepahaman tersebut?

Allah memang sangat baik, Maha Pengasih kepada setiap makhluknya, dan Maha Penyayang kepada makhluknya yang beriman. Dalam menjalani hidup di dunia yang sementara ini, kita diberi petunjuk agar jangan sampai salah melangkah, agar kita menjalankan segala sesuatunya dengan benar dan tepat. Dalam firman-Nya dalam kitab-kitab suci, dan AlQuran yang menjadi penyempurna kitab-kitab terdahulu. Luar biasanya lagi, Allah juga mengirimkan teladan, contoh, yang menjadi penjelas firman-firman-Nya, yaitu baginda Muhammad SAW, lagi- lagi agar pemahaman kita tepat dan benar.

Dalam Al Quran sudah tertulis tujuan, tugas manusia di dunia ini. Pertama, menjadi hamba Allah yang senantiasa beribadah kepada-Nya. Dan yang kedua adalah menjadi khalifah atau wakil Allah di bumi untuk memakmurkannya. Dan semoga kita juga selalu ingat, bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, dan ketika kita sandingkan dengan sabda Rasul SAW dimana sebaik- biak manusia itu adalah yang paling bermanfaat, maka seharusnya suatu hal yang menjadi keharusan termindset dalam diri setiap muslim bahwa dirinya harus menjadi orang yang selalu bermanfaat.

Apa pun keadaan yang kita rasakan, sebesar apa pun kesusaAhan dan kemudahan yang kita dapatkan, percayalah itu semua dari Allah, atas kehendak Allah. Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk diri kita. Jika memang suatu hal itu baik, Allah pasti akan menghendakinya agar kita merasakannya, dan jika keburukan pasti Allah akan menjauhkannya. Entah itu sebagai cobaan, ujian, atau malah musibah. Selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil dari setiap peristiwa. Baik atau buruk, benar atau salah itu menurut pandangan Allah, bukan menurut perspektif kita.

Maka tidak sepantasnya kita berkeluh kesah atas apa yang menimpa kita. Maka jangan sampai kita terlalu banyak alasan ini dan itu ketika kesempatan baik hadir menghampiri. Jangan pernah merasa tidak mampu, belum mampu. Lagi- lagi, jika itu memang suatu kebaikan, Allah pasti memampukan kita. Maka semoga kita senantiasa diberikan keistiqomahan, diberikan hidayah untuk selalu mengambil kesempatan baik yang hadir. #JanganBanyakAlasan!

13 Juli 2018, refleksi ngaji pekanan.

Kekuatan Sebuah Senyuman


Postingan sebelumnya aneh dah. Ngepostnya jelas- jelas tanggal 15 Juli, eh tanggalnya malah 14 Juli. Ya sudahlah, nah kalo tulisan di bawah ini terlintas di pikiran saat menjelang Maghrib kemaren sore.

Kekuatan Sebuah Senyuman

Kalian pasti pernah merasa senang sampai-sampai bawaannya pengen senyuum terus. Sampe-sampe ketemu orang gak dikenal pun senyum, dan lebih senengnya lagi ketika orang lain itu membalas senyuman kita dengan manis juga. 

Kebahagiaan memang bisa dibagi, sekecil senyuman yang kita berikan untuk orang lain. Kalo senyuman aja bisa bikin orang lain ikut merasakan kebahagiaan yang kita rasakan, gimana kalo sampe nikmat yang sangat besar, surga yang kita turut rangkul orang lain untuk merasakannya? 

Senyuman kita kepada saudara kita adalah sedekah, gimana kalo sampe orang lain masuk surga atas perantara kita? Memang hidayah itu Allah yang punya, kita hanya berusaha menjadi perantara hidayah tersebut. Entah berhasil atau gak, yang penting kerjain, yang penting kita udah usaha. 

Tapi ingat, usahanya jangan ala kadarnya, juga dengan kesungguhan dan perencanaan yang matang. Ketika usaha udah maksimal, saatnya berharap pada Allah yang punya hidayah itu. Kalau pun gak berhasil, insyaAllah tetep ada pahala yang besar dibalik usaha yang kita lakukan. 

Jangan mudah menyerah juga untuk berdakwah, meskipun dibalas dengan perbuatan buruk, jangan sampe kecewa deh. Karena di sanalah terlihat letak keikhlasan kita, kalo emang bener karena Allah, maka kita harusnya mampu bersabar atas segala timbal balik yang objek dakwah kita berikan.

Terus apa hubungannya dengan kekuatan senyuman? Maaf salah focus hehe. InsyaAllah dilanjut nanti lagi ya, udah mau Maghrib, yuk bersiap2 untuk sholat Maghrib, kita sambut dengan suka cita.



Minggu, 15 Juli 2018

Setiap Orang Punya Sisi Baik

Wah udah lama juga gak mampir dan mengisi blog ini. Dua tahun lebih semenjak postingan terakhir. Ya lagi pula siapa juga yang mau mampir ke sini wkwk. Tapi sebenernya bukan tentang ada yang mampir apa gak sih, tapi lebih kepada pembentukkan kebiasaan baik. Menulis. Sebelum nantinya nulis skripsi atau menjadi penulis buku. Aamiin. Juga untuk menebar kebaikan, masalah ada yang baca atau gak belakangan aja, yang penting udah berusaha kaan. Oke jadi ini ada tulisan yang baru dibikin semalem ketika terbangun dari tidur yang baru sekitar dua jam. 


Setiap Orang Punya Sisi Baik

Tepat pukul 01.00 dini hari.

Gue percaya bahwa setiap orang punya sisi baik dalam dirinya. Begitulah fitrah manusia, berbuat baik. Makanya gak usah heran kalo tiba- tiba ada preman bertato, rambut jabrik, dan tindik-kan di badan ngasih tau lu bengkel terdekat di saat ngeliat lu nuntun motor. Hebatnya tanpa lu tanya ke dia, dia bisa peka, peduli sama lu. Itu pengalaman pribadi gue. Atau barangkali tiba- tiba segerombolan preman dengan ciri yang gue sebutin di atas, malak lu di saat nunggu angkot, trus di antara mereka ada yang bilang “ udeh lah, gausah” sambil ngajak yang malak tadi. Ini juga pengalaman gue.
Emang sebenernya kita gaboleh gampang ngecap baik buruk orang dari luarnya aja. Pun dari dalamnya juga gaboleh dengan secepat itu ngejudge. Karena bisa jadi, kita cuma liat disaat orang itu lagi stress, lagi di kondisi buruknya deh  atau apapun itu. Intinya ya sadari aja bahwa setiap orang pasti punya sisi baik. Emang enak kalo ngomong, susah implementasinya. Seenggaknya kita selalu berusaha, walau kadang lupa, khilaf, kan emang gitu manusia. Justru dengan kita menanamkan ini, semoga aja tingkat kelupaan dan kekhilafan itu berkurang, dan kita bener- bener bisa berpikir positif, bahwa setiap orang punya sisi baik. Ambil hikmahnya aja dari setiap seneng susah, baik buruk yang kita raasakan.

Kelar 01:13 WIB Minggu, 15 Juli 2018
Indonesia Quran Foundation

Tujuan hidup di bumi

Mengapa kita tercipta di dunia ini? Heh, kok tercipta, kesannya kalo gitu kita ada begitu aja tanpa ada yang menciptakan. Baiknya gunakan &q...